Metode Alamiah (الطبيعية الطريقة )
Metode alamiah atau yang disebut oleh Tracy D. Terrell dengan nama
Natural Approach (Madkhal Insany/ Pendekatan Alamiah) dirintis pada tahun 1976.
Tracy D. Terrell adalah seorang linguis dan guru bahasa Spayol di California
University. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977.[1]
Metode
alami (Natural Method) disebut demikian karena dalam proses belajar,
siswa dibawa ke alam seperti halnya pelajaran bahasa ibu sendiri. Dalam
pelaksanaannya, metode ini tidak jauh berbeda dari metode langsung (direct)
di mana guru menyajikan materi pelajaran langsung dalam bahasa asing tanpa
diterjemahkan sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana kamus dan
bahasa anak didik dapat digunakan.
Ciri
metode ini antara lain:
Pertama, uraian pelajaran mula-mula diberikan melalui
menyimak/mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking),
membaca (reading) menulis atau (writing) terakhir baru gramatika.
Kedua, pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang
sederhana yang telah diketahui anak didik, kemudian mempraktikkan benda-benda
mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, di rumah dan luar kelas, bahkan
mengenai luar negeri atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
Ketiga, alat peraga dan kamus yang dapat digunakan sewaktu-waktu sangat
diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalam
bahasa asing, dan memperbanyak
perbendaharaan kata-kata atau memperkaya vocabulary sebagai syarat utama
menguasai bahasa asing.
Keempat, oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap
sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa)
kurang diperhatikan.[2]
Dalam referensi lain juga menyebutkan bahwa:
Metode alamiah, metode ini lahir dari asumsi
bahwa orang dapat belajar bahasa asing sebagaimana ia belajar bahasa ibu.
Secara garis besar metode ini tidak banyak bedanya dengan metode langsung.
Bahasa ibu sama sekali tidak boleh dipakai selama proses belajar mengajar.
Kelebihan dan kelemahan metode ini sama dengan yang telah disebutkan di atas.[3]
[4]Metode alamiah pertama kali diungkapkan oleh Tracy D. Terrel dengan
nama Natural Approach dirintis pada tahun 1977 dengan menerapkan
prinsip-prinsip "Naturalistik " pada ilmu pemerolehan bahasa kedua.
Tujuan awal metode ini adalah untuk pengembangan pembelajaran bahasa perancis.
Selanjutnya metode ini dikembangkan dan digunakan untuk pembelajaran bahasa
lain diseluruh dunia.
Istilah
alamiah "Natural" dalam metode ini berdasarkan pada suatu pandangan
bahwa penguasaan suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan bahasa (اكتساب اللغة) dalam konteks yang alamiah dibandingkan
dengan pembelajaran aturan-aturan yang secara sadar dipelajari satu per satu (تعلم اللغة). Focus dari metode ini adalah makna dari
komunikasi-komunikasi sejati dibandingkan pada ketepatan bentuk ucapan.[5]
1.
Pendekatan Metode Alamiah
a.
Hakikat bahasa
Para
pencetus metode ini menjelaskan hakikat bahasa dan menekankan pada keunggulan
makna. Peran kosakata merupakan hal yang penting dan sangat ditekankan,
selanjutnya mereka menjelaskan bahwa bahasa adalah kumpulan kosakata yang
secara tidak konsekuen. Tata bahasa lah yang selanjutnya menekankan bagaimana
kata tersebut dieksploitasi untuk menghasilkan pesan-pesan yang dapat
dimengerti oleh manusia.[6]
Metode alamiah didasarkan pada teori yang memandang bahasa sebagai alat
untuk berkomunikasi, menyampaikan maksud atau makna dan alat untuk menyampaikan
pesan. Pencetus metode alamiah memandang “Communication” sebagai fungsi utama
bahasa. Karena pendekatan ini berfokus pada pengajaran kemampuan berkomunikasi.[7]
b.
Hakikat pembelajaran bahasa
Asumsi
yang diyakini oleh para pendukung metode ini yang berhubungan tentang
pembelajaran bahasa dapat dijelaskan melalui lima asumsi dasar sebagai berikut:
1) Hipotesis pemerolehan dan
pembelajaran
Hipotesis
ini menjelaskan bahwa proses penguasaan bahasa pada orang dewasa terjadi
melalui dua proses berbeda, yaitu pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan diartikan
sebagai suatu proses pemerolehan bahasa secara tidak sengaja termasuk di
dalamnya pengembangan kemampuan bahasa secara alamiah melalui pemahaman bahasa
itu sendiri dan melalui penggunaan bahasa dalam komunikasi yang bermakna.
Pemerolehan bahasa
adalah cara alamiah untuk mengembangkan kompetensi linguistik dan merupakan
proses bawah sadar sedangkan
pembelajaran adalah studi mengenai aturan-aturan gramatika yang dilakukan
secara sadar.[8]
Proses
alamiah yang dilakukan oleh anak-anak dalam penguasaan bahasa ibu adalah
pemerolehan, sedangkan proses penguasaan bahasa kedua adalah pembelajaran.
Karena pemerolehan yang dilakukan secara bawah sadar, maka pengetahuan
kebahasaan yang dimiliki melalui proses ini selalu bersifat implisit. Sebaliknya,
proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar menghasilkan pengetahuan
kebahasaan yang bersifat eksplisit.[9]
2)
Hipotesis urutan Alamiah (The Natural Order Hypothesis)
Asumsi ini
berpendapat bahwa pembelajaran tata bahasa berlangsung sesuai dengan urutannya
dan urutan tersebut dapat diprediksi sebelumnya. Ini juga berarti bahwa satu
aturan tata bahasa tertentu harus dikuasai sebelum aturan yang lain dipelajari.
Kesalahan dalam berbahasa dianggap sebagai suatu proses perkembangan alami.
Adanya urutan
alamiah ini dapat dibuktikan dengan apa yang terjadi pada anak kecil yang
sedang menguasai bahasa kedua. Dalam penelitiannya mengenai hal ini, Dulay dan
Brut (dalam Dardjowidjojo) telah meneliti anak anak-anak Cina dan Spayol yang
ada di New York yang dengan sendirinya berusaha menguasai bahasa inggis.[10]
3)
Hipotesis Monitor (The Monitor Hypothesis)
Asumsi ini menyatakan bahwa
hasil belajar secara sadar hanya dapat digunakan untuk memonitor. Proses
pembelajaran di kelas
hanya mempunyai kegunaan yang terbatas atau sekunder. Kefasihan dalam berbahasa asing tidak
datang dari pengetahuan formal tentang bahasa tersebut, tidak dari
aturan-aturan yang dipelajari dalam kelas dan tidak pula dari aturan-aturan
yang dipelajari dari buku teks. Hasil dari pross seperti itu hanya akan
berbentuk suatu monitor, suatu penyunting (editor), yang fungsinya hanyalah
untuk meneliti kalimat-kalimat yang akan atau telah dibuat. Apabila proses memonitor
ini dilakukan sebelum keluarnya kalimat maka proses ini berupa “utak-utik
mental” yang akhirnya menghasilkan kalimat yang diinginkan. Apabila dilakukan
sesudahnya, monitor itu berupa koreksi terhadap keluaran yang dihasilkan.
Agar system monitor ini berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, ada
tiga persyaratan yang harus terpenuhi, yaitu: Pertama, tersedianya waktu yang
cukup bagi sisa untuk memilih dan menggunakan aturan-aturan yang telah
dipelajarinya. Kedua, siswa harus mengetahui aturan-aturan bahasa. Fungsi
monitor akan bekerja dengan baik apabila aturan itu disajikan dengan sederhana
dan tidak memerlukan aturan yang rumit. Ketiga, dalam pemakaian bahasa, siswa
harus diarahkan pada ketepatan berbahasa atau pada bentuk bahasa.[11]
4)
Hipotesis masukan (The Input Hypothesis)
Menurut
hipotesis ini, pemerolehan kemampuan berbicara dan menulis terjadi setelah pemerolehan
pemahaman lisan dan tulis. Pemahaman lisan dan tulis merupakan hal yang harus
didahulukan. Hipotesis ini juga menekankan bahwa kemajuan pembelajar dari satu
tingkat ke tingkat yang lain dalam pemahaman harus didasarkan pada masukan yang
mengandung bahan yang satu tingkat lebih sulit daripada bahan yang telah
dikuasainya.
5)
Hipotesis Saringan Sikap (The Affective Filter Hypothesis)
Dalam usaha-usaha memperoleh bahasa baru, variabel-variabel sikap siswa
sangat penting dalam pemerolehan bahasa baru. Jika sikap itu digambarkan
sebagai saringan afektif, sikap negative akan membuat siswa tidak
cukup terbuka untuk menerima masukan dari lingkungannya dan sebaliknya. Sikap
yang baik bisa dilaksanakan apabila guru dapat menciptakan atmosfir kelas yang
bebas dari perasaan cemas dan menegangkan, diantaranya dengan cara: (a) siswa
tidak diharuskan untuk berbicara sampai ia benar-benar siap; (b) siswa boleh
menjawab dengan bahasanya sendiri, da;am bahasa asing yang sedang
dipelajarinya, atau dalam bahasa campuran antara keduanya; dan (c) siswa tidak
dikoreksi, kecuali apabila kesalahan itu dapat membuat proses komunikasi
terganggu.[12]
2. Prosedur Tehnik Metode Almiah
Seperti telah
dinyatakan pada bagian sebelumnya. Metode Alamiah muncul dengan maksud mengembangkan
kemampuan dasar dalam berkomunikasi. Tujuan ini diwujudkan dalam bentuk
komunikasi yang memperhatikan situasi, fungsi, dan topic. Tekanan pengajaran
diletakkan pada perluasan kosakata.
Untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas lagi mengenai pengajaran bahasa yang menerapkan
metode alamiah, berikut merupakan gambaran-gambaran kegiatan-kegiatan kelas.
Ada tiga jenis kegiatan yang mendominasi pelajaran di kelas, yaitu:
a. Kegiatan pemahaman (praproduksi)
Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau latihan
pemahaman menyimak, tanpa tuntutan bagi para siswa untuk berbicara dalam bahasa
sasaran. Pemahaman diperoleh dengan perkiraan kontekstual, teknik-teknik respon
fisik total, penggunaan gerak-gerik dan sarana visual, serta data yang
dikumpulkan dari masukan siswa menurut ukuran tertentu. Tehnik yang dipakai
dalam kelas-kelas permulaan adalah mendeskripsikan para siwa yang ada dalam
kelas ytang berkaitan dengan warna rambut, pakaian, tinggi badan, dan ciri-ciri
fisik lainnya. Para siswa disuruh berdiri pada saat dideskripsikan, atau
pertanyaan diajukan, sehingga siswa yang bersangkutan dikenali oleh siswa
lainnya di dalam kelas.
b. produksi ujaran awal
terjadi apabila para siswa memiliki penguasaan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata.
Kegiatan-kegiatan produksi mulai dengan berbagai pertanyaan yang hanya jawaban
satu kata (ya atau tidak), atau pertanyaan yang menuntut jawaban pilihan.
c.
munculnya ujaran
munculnya ujaran, terjadi setelah fase produksi
ujaran awal dan di dorong melalui penggunaan permainan, kegiatan aktif
humanistik, kegiatan-kegiatan informasi dan pemecahan masalah. Selama
berlangsungnya semua kegiatan itu, guru harus bertindak dengan sangat hati-hati
untuk tidak mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para siswa,
karena secara potensial tindakan tersebut sangat merugikan bagi perkembangan
ujaran para siswa.
Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa kelas yang menerapkan
metode alamiah adalah sebuah kelas penngajaran bahasa yang didominasi oleh kegiatan-kegiatan
komunikasi, kesempatan memperoleh hal-hal yang bersifat kontekstual, dan
tehnik-tehnik belajar yang bersifat humanistik. Kalau kita mengingat bahwa
tujuan utama pengajaran dalam metode alamiah adalah komunikasi yang hidup, maka
dalam penjelasan terlihat unsur-unsur kelas yang beriorientasi kepada
kecakapan. Para siswa belajar bahsa dalam konteks kegiatan-kegiatan tertentu. [13]
Keunggulan
metode ini, antara lain:
Pertama, pada tingkat lanjutan metode ini sangat efeltif, karena setiap
individu siswa dibawa kedalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif
mendengarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing.
Kedua, pengajaran membaca dan becakap-cakap dalam bahasa asing sangat
diiutamakan, sedangkan pelajaran gramatikal diajarkan sewaktu-waktu saja.
Ketiga, pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap siswa, karena
setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia
(kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik.[14]
Metode Alamiah juga sangat efektif digunakan pada tingkat dasar dimana “silent
period” akan berfungsi. Dalam pendekatan ini siswa tidak perlu mengatakan
sesuatu kalau mereka belum siap untuk itu, atau dengan kata lain, selama dalam
masa ini siswa tidak akan dipaksa melainkan mengamati situasi-situasi bahasa
yang terjadi di sekitarnya sampai mereka siap untuk berbicara.
Keunggulan lain dari pendekatan ini terletak pada suasana santai yang
dirasakan oleh siswa dalam kelas. Karena mereka tidak akan dipaksa untuk
berbicara dalam bahasa target, dan siswa tidak mengalami ketegangan.[15]
Segi
kekurangan metode ini, antara lain:
Pertama, siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar
bahasa asing terutama pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan /
pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat dihindari. Dengan demikian, tujuan
semula dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa
asing sulit diterapkan secara murni, harus harus diterapkan secara konsekuen.
Kedua, pada umumnya, anak didik dan guru bersikap tradisional menggunakan
gramatika lebih dahulu dari pada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah
secara ilmiah yang amat pelu diubah.
Ketiga, pada umumnya, pengajaran bahasa asing disekolah-sekolah kita
sangat terasa kekurangan macam-macam media / alat peraga yang diperlukan yang
seyogyanya para guru harus aktif membuatnya.
Keempat, guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam
berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik
metode tesebut. Guru haruslah seorang yang akrif berbicara di dalam bahasa
asing tersebut,
barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktik) bahasa.[16]
DAFTAR PUSTAKA
Izzan,
Ahmad, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung: Humaniora,
2011.
Muhtadi
Anshori, Ahmad, PENGAJARAN BAHASA ARAB Media dan Metode-metodennya, Cet, ke-1,
Yoyakarta: SUKSES Offset, 2009.
Aziz Fachrurrazi, Erta Mahyudin,
Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta,
Bania Publishing, 2010).
[1] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd.
I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta,
Bania Publishing, 2010), hal. 135.
[2] Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB,
Cet, ke-4, Bandung: Humaniora, 2011. h. 88.
[3] Drs. Ahmad
Muhtadi Anshori, M.Ag, PENGAJARAN BAHASA ARAB Media dan Metode-metodennya,
Cet, ke-1, Yoyakarta: SUKSES Offset, 2009. h. 69.
[5] Aziz Fahrurrozi dan Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing,
Bania Publishing (Bandung: 2010) h. 136.
[7] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd.
I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta,
Bania Publishing, 2010), hal. 136.
[9] I Nyoman
Seloka Sudira, Pendekatan Alamiah Bahasa Kedua, Aneka Widya (Singaraja:
1997) h. 120.
[10] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd.
I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta,
Bania Publishing, 2010), hal. 138.
[14] Drs. H. Ahmad
Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung:
Humaniora, 2011, h. 88.
[15] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd.
I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta,
Bania Publishing, 2010), hal. 147.
[16] Drs. H. Ahmad
Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung:
Humaniora, 2011, h. 88.
Wah! bagus tulisannya dan tentunya bermanfaat.yang penting asli karya sendiri.
BalasHapus