Rabu, 30 April 2014

Metode Alamiah



Metode Alamiah (الطبيعية الطريقة )
Metode alamiah atau yang disebut oleh Tracy D. Terrell dengan nama Natural Approach (Madkhal Insany/ Pendekatan Alamiah) dirintis pada tahun 1976. Tracy D. Terrell adalah seorang linguis dan guru bahasa Spayol di California University. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977.[1]
Metode alami (Natural Method) disebut demikian karena dalam proses belajar, siswa dibawa ke alam seperti halnya pelajaran bahasa ibu sendiri. Dalam pelaksanaannya, metode ini tidak jauh berbeda dari metode langsung (direct) di mana guru menyajikan materi pelajaran langsung dalam bahasa asing tanpa diterjemahkan sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana kamus dan bahasa anak didik dapat digunakan.
Ciri metode ini antara lain:
Pertama, uraian pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak/mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking), membaca (reading) menulis atau (writing) terakhir baru gramatika.
Kedua, pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang sederhana yang telah diketahui anak didik, kemudian mempraktikkan benda-benda mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, di rumah dan luar kelas, bahkan mengenai luar negeri atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
Ketiga, alat peraga dan kamus yang dapat digunakan sewaktu-waktu sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalam bahasa asing, dan  memperbanyak perbendaharaan kata-kata atau memperkaya vocabulary sebagai syarat utama menguasai bahasa asing.
Keempat, oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa) kurang diperhatikan.[2] Dalam referensi lain juga menyebutkan bahwa:
 Metode alamiah, metode ini lahir dari asumsi bahwa orang dapat belajar bahasa asing sebagaimana ia belajar bahasa ibu. Secara garis besar metode ini tidak banyak bedanya dengan metode langsung. Bahasa ibu sama sekali tidak boleh dipakai selama proses belajar mengajar. Kelebihan dan kelemahan metode ini sama dengan  yang telah disebutkan di atas.[3]
[4]Metode alamiah pertama kali diungkapkan oleh Tracy D. Terrel dengan nama Natural Approach dirintis pada tahun 1977 dengan menerapkan prinsip-prinsip "Naturalistik " pada ilmu pemerolehan bahasa kedua. Tujuan awal metode ini adalah untuk pengembangan pembelajaran bahasa perancis. Selanjutnya metode ini dikembangkan dan digunakan untuk pembelajaran bahasa lain diseluruh dunia.
Istilah alamiah "Natural" dalam metode ini berdasarkan pada suatu pandangan bahwa penguasaan suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan bahasa (اكتساب اللغة) dalam konteks yang alamiah dibandingkan dengan pembelajaran aturan-aturan yang secara sadar dipelajari satu per satu (تعلم اللغة). Focus dari metode ini adalah makna dari komunikasi-komunikasi sejati dibandingkan pada ketepatan bentuk ucapan.[5]
1.      Pendekatan Metode Alamiah
a.       Hakikat bahasa
Para pencetus metode ini menjelaskan hakikat bahasa dan menekankan pada keunggulan makna. Peran kosakata merupakan hal yang penting dan sangat ditekankan, selanjutnya mereka menjelaskan bahwa bahasa adalah kumpulan kosakata yang secara tidak konsekuen. Tata bahasa lah yang selanjutnya menekankan bagaimana kata tersebut dieksploitasi untuk menghasilkan pesan-pesan yang dapat dimengerti oleh manusia.[6]
Metode alamiah didasarkan pada teori yang memandang bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, menyampaikan maksud atau makna dan alat untuk menyampaikan pesan. Pencetus metode alamiah memandang “Communication” sebagai fungsi utama bahasa. Karena pendekatan ini berfokus pada pengajaran kemampuan berkomunikasi.[7]
b.      Hakikat pembelajaran bahasa
Asumsi yang diyakini oleh para pendukung metode ini yang berhubungan tentang pembelajaran bahasa dapat dijelaskan melalui lima asumsi dasar sebagai berikut:
1)      Hipotesis pemerolehan dan pembelajaran
Hipotesis ini menjelaskan bahwa proses penguasaan bahasa pada orang dewasa terjadi melalui dua proses berbeda, yaitu pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan diartikan sebagai suatu proses pemerolehan bahasa secara tidak sengaja termasuk di dalamnya pengembangan kemampuan bahasa secara alamiah melalui pemahaman bahasa itu sendiri dan melalui penggunaan bahasa dalam komunikasi yang bermakna. Pemerolehan bahasa adalah cara alamiah untuk mengembangkan kompetensi linguistik dan merupakan proses bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah studi mengenai aturan-aturan gramatika yang dilakukan secara sadar.[8]
Proses alamiah yang dilakukan oleh anak-anak dalam penguasaan bahasa ibu adalah pemerolehan, sedangkan proses penguasaan bahasa kedua adalah pembelajaran. Karena pemerolehan yang dilakukan secara bawah sadar, maka pengetahuan kebahasaan yang dimiliki melalui proses ini selalu bersifat implisit. Sebaliknya, proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar menghasilkan pengetahuan kebahasaan yang bersifat eksplisit.[9]
2)      Hipotesis urutan Alamiah (The Natural Order Hypothesis)
                  Asumsi ini berpendapat bahwa pembelajaran tata bahasa berlangsung sesuai dengan urutannya dan urutan tersebut dapat diprediksi sebelumnya. Ini juga berarti bahwa satu aturan tata bahasa tertentu harus dikuasai sebelum aturan yang lain dipelajari. Kesalahan dalam berbahasa dianggap sebagai suatu proses perkembangan alami.
                  Adanya urutan alamiah ini dapat dibuktikan dengan apa yang terjadi pada anak kecil yang sedang menguasai bahasa kedua. Dalam penelitiannya mengenai hal ini, Dulay dan Brut (dalam Dardjowidjojo) telah meneliti anak anak-anak Cina dan Spayol yang ada di New York yang dengan sendirinya berusaha menguasai bahasa inggis.[10]
3)      Hipotesis Monitor (The Monitor Hypothesis)
Asumsi ini menyatakan bahwa hasil belajar secara sadar hanya dapat digunakan untuk memonitor. Proses pembelajaran di kelas hanya mempunyai kegunaan yang terbatas atau sekunder. Kefasihan dalam berbahasa asing tidak datang dari pengetahuan formal tentang bahasa tersebut, tidak dari aturan-aturan yang dipelajari dalam kelas dan tidak pula dari aturan-aturan yang dipelajari dari buku teks. Hasil dari pross seperti itu hanya akan berbentuk suatu monitor, suatu penyunting (editor), yang fungsinya hanyalah untuk meneliti kalimat-kalimat yang akan atau telah dibuat. Apabila proses memonitor ini dilakukan sebelum keluarnya kalimat maka proses ini berupa “utak-utik mental” yang akhirnya menghasilkan kalimat yang diinginkan. Apabila dilakukan sesudahnya, monitor itu berupa koreksi terhadap keluaran yang dihasilkan.
Agar system monitor ini berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, ada tiga persyaratan yang harus terpenuhi, yaitu: Pertama, tersedianya waktu yang cukup bagi sisa untuk memilih dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajarinya. Kedua, siswa harus mengetahui aturan-aturan bahasa. Fungsi monitor akan bekerja dengan baik apabila aturan itu disajikan dengan sederhana dan tidak memerlukan aturan yang rumit. Ketiga, dalam pemakaian bahasa, siswa harus diarahkan pada ketepatan berbahasa atau pada bentuk bahasa.[11]
4)      Hipotesis masukan (The Input Hypothesis)
Menurut hipotesis ini, pemerolehan kemampuan berbicara dan menulis terjadi setelah pemerolehan pemahaman lisan dan tulis. Pemahaman lisan dan tulis merupakan hal yang harus didahulukan. Hipotesis ini juga menekankan bahwa kemajuan pembelajar dari satu tingkat ke tingkat yang lain dalam pemahaman harus didasarkan pada masukan yang mengandung bahan yang satu tingkat lebih sulit daripada bahan yang telah dikuasainya.
5)      Hipotesis Saringan Sikap (The Affective Filter Hypothesis)
Dalam usaha-usaha memperoleh bahasa baru, variabel-variabel sikap siswa sangat penting dalam pemerolehan bahasa baru. Jika sikap itu digambarkan sebagai saringan afektif, sikap negative akan membuat siswa tidak cukup terbuka untuk menerima masukan dari lingkungannya dan sebaliknya. Sikap yang baik bisa dilaksanakan apabila guru dapat menciptakan atmosfir kelas yang bebas dari perasaan cemas dan menegangkan, diantaranya dengan cara: (a) siswa tidak diharuskan untuk berbicara sampai ia benar-benar siap; (b) siswa boleh menjawab dengan bahasanya sendiri, da;am bahasa asing yang sedang dipelajarinya, atau dalam bahasa campuran antara keduanya; dan (c) siswa tidak dikoreksi, kecuali apabila kesalahan itu dapat membuat proses komunikasi terganggu.[12]

2.     Prosedur Tehnik Metode Almiah
                  Seperti telah dinyatakan pada bagian sebelumnya. Metode Alamiah muncul dengan maksud mengembangkan kemampuan dasar dalam berkomunikasi. Tujuan ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi yang memperhatikan situasi, fungsi, dan topic. Tekanan pengajaran diletakkan pada perluasan kosakata.
                  Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas lagi mengenai pengajaran bahasa yang menerapkan metode alamiah, berikut merupakan gambaran-gambaran kegiatan-kegiatan kelas. Ada tiga jenis kegiatan yang mendominasi pelajaran di kelas, yaitu:
a.       Kegiatan pemahaman (praproduksi)
Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau latihan pemahaman menyimak, tanpa tuntutan bagi para siswa untuk berbicara dalam bahasa sasaran. Pemahaman diperoleh dengan perkiraan kontekstual, teknik-teknik respon fisik total, penggunaan gerak-gerik dan sarana visual, serta data yang dikumpulkan dari masukan siswa menurut ukuran tertentu. Tehnik yang dipakai dalam kelas-kelas permulaan adalah mendeskripsikan para siwa yang ada dalam kelas ytang berkaitan dengan warna rambut, pakaian, tinggi badan, dan ciri-ciri fisik lainnya. Para siswa disuruh berdiri pada saat dideskripsikan, atau pertanyaan diajukan, sehingga siswa yang bersangkutan dikenali oleh siswa lainnya di dalam kelas.
b.      produksi ujaran awal
terjadi apabila para siswa memiliki penguasaan  kosakata sebanyak kira-kira 500 kata. Kegiatan-kegiatan produksi mulai dengan berbagai pertanyaan yang hanya jawaban satu kata (ya atau tidak), atau pertanyaan yang menuntut jawaban pilihan.
c.       munculnya ujaran
munculnya ujaran, terjadi setelah fase produksi ujaran awal dan di dorong melalui penggunaan permainan, kegiatan aktif humanistik, kegiatan-kegiatan informasi dan pemecahan masalah. Selama berlangsungnya semua kegiatan itu, guru harus bertindak dengan sangat hati-hati untuk tidak mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para siswa, karena secara potensial tindakan tersebut sangat merugikan bagi perkembangan ujaran para siswa.
Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa kelas yang menerapkan metode alamiah adalah sebuah kelas penngajaran bahasa yang didominasi oleh kegiatan-kegiatan komunikasi, kesempatan memperoleh hal-hal yang bersifat kontekstual, dan tehnik-tehnik belajar yang bersifat humanistik. Kalau kita mengingat bahwa tujuan utama pengajaran dalam metode alamiah adalah komunikasi yang hidup, maka dalam penjelasan terlihat unsur-unsur kelas yang beriorientasi kepada kecakapan. Para siswa belajar bahsa dalam konteks kegiatan-kegiatan tertentu. [13]
Keunggulan metode ini, antara lain:
Pertama, pada tingkat lanjutan metode ini sangat efeltif, karena setiap individu siswa dibawa kedalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif mendengarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing.
Kedua, pengajaran membaca dan becakap-cakap dalam bahasa asing sangat diiutamakan, sedangkan pelajaran gramatikal diajarkan sewaktu-waktu saja.
Ketiga, pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap siswa, karena setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia (kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik.[14]
Metode Alamiah juga sangat efektif digunakan pada tingkat dasar dimana “silent period” akan berfungsi. Dalam pendekatan ini siswa tidak perlu mengatakan sesuatu kalau mereka belum siap untuk itu, atau dengan kata lain, selama dalam masa ini siswa tidak akan dipaksa melainkan mengamati situasi-situasi bahasa yang terjadi di sekitarnya sampai mereka siap untuk berbicara.
Keunggulan lain dari pendekatan ini terletak pada suasana santai yang dirasakan oleh siswa dalam kelas. Karena mereka tidak akan dipaksa untuk berbicara dalam bahasa target, dan siswa tidak mengalami ketegangan.[15]
Segi kekurangan metode ini, antara lain:
Pertama, siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan / pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat dihindari. Dengan demikian, tujuan semula dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa asing sulit diterapkan secara murni, harus harus diterapkan secara konsekuen.
Kedua, pada umumnya, anak didik dan guru bersikap tradisional menggunakan gramatika lebih dahulu dari pada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah secara ilmiah yang amat pelu diubah.
Ketiga, pada umumnya, pengajaran bahasa asing disekolah-sekolah kita sangat terasa kekurangan macam-macam media / alat peraga yang diperlukan yang seyogyanya para guru harus aktif membuatnya.
Keempat, guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik metode tesebut. Guru haruslah seorang yang akrif berbicara di dalam bahasa
asing tersebut, barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktik) bahasa.[16]
DAFTAR PUSTAKA

Izzan, Ahmad, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung: Humaniora, 2011.
Muhtadi Anshori, Ahmad, PENGAJARAN BAHASA ARAB Media dan Metode-metodennya, Cet, ke-1, Yoyakarta: SUKSES Offset, 2009.
Aziz Fachrurrazi, Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta, Bania Publishing, 2010).






[1] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd. I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta, Bania Publishing, 2010), hal. 135.
[2] Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung: Humaniora, 2011. h. 88.
[3] Drs. Ahmad Muhtadi Anshori, M.Ag, PENGAJARAN BAHASA ARAB Media dan Metode-metodennya, Cet, ke-1, Yoyakarta: SUKSES Offset, 2009. h. 69.
[5] Aziz Fahrurrozi dan Erta Mahyuddin, Pembelajaran Bahasa Asing, Bania Publishing (Bandung: 2010) h. 136.
[6] H. G. Tarigan, Metodologi Pengajaran Bahasa, Depdikbud RI (Jakarta: 1989) h. 218.
[7] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd. I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta, Bania Publishing, 2010), hal. 136.
[8] Ibid, hal. 137.
[9] I Nyoman Seloka Sudira, Pendekatan Alamiah Bahasa Kedua, Aneka Widya (Singaraja: 1997) h. 120.
[10] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd. I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta, Bania Publishing, 2010), hal. 138.       
[11] Ibid, hal. 138.
[12] Ibid, hal. 139.
[13] Ibid, hal. 145.
[14] Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung: Humaniora, 2011, h. 88.
[15] Prof. Dr. Aziz Fachrurrazi, M. A. dan Erta Mahyudin, Lc., S.S., M. Pd. I, Pembelajaran Bahasa Asing; Metode TRadisional dan Kontemporer, (Jakarta, Bania Publishing, 2010), hal. 147.
[16] Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, METODOLOGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB, Cet, ke-4, Bandung: Humaniora, 2011, h. 88.

1 komentar:

  1. Wah! bagus tulisannya dan tentunya bermanfaat.yang penting asli karya sendiri.

    BalasHapus