BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING (Pembelajaran Kooperatif)
Pembelajaran
kooperatif ini merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan melalui berbagai
macam model pembelajaran aktif untuk
mencapai tujuan suatu pembelajaran. Adapun pengertiannya ada banyak sekali, di
antaranya adalah:
1)
Pembelajaran kooperatif adalah sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerjasama dengan orang lain lebih
baik daripada belajar sendiri, tukar pengalaman, berbagi ide.[1]
2)
Depdiknas mendifinisikan pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang
saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar.
3)
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk
memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
4)
Johnson (1994);
Hamid Hasan (1996) mengartikan sebagai pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang)
dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok.
5)
Adapun menurut
Sunal dan Hans (2000), pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning atau pembelajaran
kooperatif adalah pengelompokkan siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran, yang
anggotanya bersifat heterogen, dimana mereka dituntut untuk bekerjasama,
berbagi ilmu, saling membantu, bertukar ide, pikiran dan pendapat, untuk
mencapai tujuan pembelejaran secara maksimal. Pembelajaran kooperatif ini lebih
menekankan bagaimana seorang individu mampu belajar dengan baik, dengan
bekerjasama beserta teman belajarnya.
Model
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi
sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi
narasumber bagi teman yang lain.
B. SEJARAH COOPERATIVE LEARNING
Menurut Arends (2007:7) “Model
pembelajaran kooperatif tidak berevolusi dari teori individual atau dari sebuah
pendekatan tunggal tentang belajar. Ia berakar pada masa Yunani awal, tetapi
perkembangan kontemporernya dapat dilacak ke hasil karya para psikolog
pendidikan dan para teoritisi pedagogis di awal abad ke dua puluh, seperti
Piaget dan Vygotsky.”
Model cooperative learning ini
dipopulerkan sekitar tahun 1950-an, adalah merupakan salah satu solusi jalan
keluar yang digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1954, dimana pada masa itu
terjadi kontak fisik antar ras kulit putih, kulit hitam dan hispanik (latin,
seperti Spanyol, Portugis). Konsep pembelajaran ini pada masa itu adalah
pembelajaran yang berazaskan kerja sama antar rasial yang berbeda-beda untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang saling menguntungkan antara ras dan suku
bangsa yang berbeda di Amerika.
Adapun pencetus ide cooperative
learning ini adalah John Dewey pada tahun 1916 dalam bukunya yang berjudul
“Democracy and Education” yang kemudian pada kurun waktu 1954-1960 oleh Herbert
Thelen mengembangkan prosedur-prosedur yang lebih teliti untuk membantu siswa
bekerja dalam kelompok.
C. TUJUAN COOPERATIVE LEARNING
Pembelajaran kooperatif ini memiliki
tiga tujuan pembelajaran penting sebagaimana yang dikemukakan Depdiknas, yaitu:
1) Meningkatkan hasil akademik, yaitu dengan
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih
mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu.
2) Penerimaan terhadap keragaman, seperti latar
belakang temannya yang berbeda-beda. Keragaman tersebut baik dari perbedaan
suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3) Pengembangan keterampilan sosial, seperti
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman
untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.[2]
D. UNSUR-UNSUR (PRINSIP) DALAM COOPERATIVE LEARNING
Roger dan David Johnson mengemukakan
bahwa tidak semua kerja kelompok itu bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil maksimal, diperlukan adanya lima unsur model pembelajaran gotong
royong yang harus diterapkan, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
2. Tanggung jawab perseorangan
3. Tatap muka
4. Komunikasi antar
kelompok
5. Evaluasi proses
kelompok.[3]
Dalam buku lain, terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif,
seperti berikut ini:
1) Prinsip Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kelompok,
keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang
dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh
setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota
dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.[4]
2) Tanggung Jawab Perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari
prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap
anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai
dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk
keberhasilan kelompoknya.[5]
3) Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka akan memberikan
pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama,
menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan
mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara
heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan
akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan membantu siswa untuk
memperkaya antar anggota kelompok.
Adapun alasan pengelompokkan secara
heterogen adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Anita Lie : pertama,
kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling
mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi
antar ras, agama, etnis, dan gender. Ketiga, kelompok heterogen
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.[6]
4) Partisipasi dan Komunikasi
Untuk dapat melakukan partisipasi dan
komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang
lain secara santun, tidak memojokkan, bagaimana cara menyampaikan gagasan dan
ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.[7]
E.
CIRI-CIRI
COOPERATIVE LEARNING
Isjoni (2009:27) memaparkan beberapa
ciri-ciri pembelajaran kooperatif, yaitu:
1) Setiap anggota memiliki peran
2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya
dan juga teman-teman sekelompoknya
4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan
5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Adapun
ciri-ciri lain di antaranya adalah:
1. Siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah
3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen,
maka setiap kelompok di bagi secara heterogen.
4. Penghargaan lebih di utamakan pada kerja kelompok
daripada perorangan.
Selain ciri-ciri di atas, ada tiga konsep sentral yang
menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh
Slavin yaitu: penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan
yang sama untuk berhasil.
F.
LANGKAH-LANGKAH
DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Untuk
terlaksananya kegiatan pembelajaran kooperatif dengan baik, seorang guru harus
memperhatikan langkah-langkah berikut ini, yaitu:
Fase
|
Indikator
|
Aktifitas guru
|
1.
|
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
|
2.
|
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan3
|
3.
|
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap siswa agar melakukan transisi
efisien
|
4.
|
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan
tugas
|
5.
|
Mengevaluasi
|
Guru menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
6.
|
Memberikan pengakuan atau penghargaan
|
Guru mempersiapkan cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.
|
G.
MANFAAT
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sadker (Miftahul,
2011: 66) menjabarkan ada beberapa manfaat yang bisa kita ambil dari
pembelajaran kooperatif seperti :
Ø
Siswa akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih
tinggi
Ø
Siswa akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi
dan motivasi yang lebih besar untuk belajar
Ø
Siswa menjadi lebih peduli terhadap teman-temannya dan
diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses
belajar mereka nanti
Ø
Meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap perbedaan
baik dari latar belakang maupun lainnya.
Selain
manfaat-manfaat di atas tadi, saya rasa semakin maksimal pembelajaran
kooperatif ini maka akan semakin banyak pula manfaat yang bisa kita ambil.
Misalnya meningkatkan rasa kebersamaan dan membangun kekompakkan baik di dalam
kelompok saat belajar maupun di luar pembelajaran. Di samping itu juga, secara
individu akan melatih untuk bersikap dewasa, adil, bijaksana, dan toleran dalam
mengambil keputusan bahkan dalam menyelesaikan problem dalam kelompok jika
terdapat problem di dalamnya.
H. JENIS-JENIS MODEL COOPERATIVE LEARNING DAN APLIKASIANNYA
1)
Student Team Achievement
Devision (STAD)
Pembelajaran kooperatif STAD pertama
kali dikembangkan oleh Robert Slavin dkk di universitas John Hopkins.
Dalam STAD (Slavin, 1994) siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku (disebut heterogen). Guru
menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa mendapatkan kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini
mereka tidak dapat saling membantu.[8]
Langkah-langkah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan
kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b)
Guru memberikan
tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor
awal.
c)
Guru membentuk
beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang secara heterogen.
d)
Bahan materi
yang telah disiapkan kemudian didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai
kompetensi dasar.
e)
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang dipelajari.
f)
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa
secara individual.
g)
Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
2)
Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
telah dikembangkan dan diuji pertama kali olej Elliot Aronson dkk di
universitas Texas yang kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk di universitas John
Hopkins.
Pada dasarnya, dalam model ini guru
membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil.
Selanjutnya membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri
dari 4 orang siswa sehingga setiap anggotanya
bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang disebut dengan “kelompok ahli”.[9]
Siswa-siswa ini (kelompok ahli) kemudian
bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a). Belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; dan b). Merencanakan bagaimana
mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula (kelompok
awal). Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing
sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam
subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak
serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Selanjutnya
semua siswa diberi kuis atau soal secara individual, yang akan menghasilkan
skor tim, seperti pada STAD. Maka dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok
harus menguasai topik secara keseluruhan.[10]
3) Team-Assisted
Individualization (TAI)
TAI dalam (Slavin, 1985) sama dengan
STAD dalm penggunaan tim belajar empat-anggota-berkemampuan-campur dan
sertifikat untuk tim berkinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan satu
langkah pengajaran di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan
pengajaran individual.[11]
Tipe ini dirancang
untuk mengatasi kesulitan siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas tipe
TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang
sudah dipersiapkan oleh guru. Kemudian hasil belajar individual dibawa ke
kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas atau dikoreksi oleh anggota
kelompok, sehingga semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan
jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe TAI:
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari
materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Kemudian memberikan kuis (pretest) secara individual
kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c. Membentuk beberapa kelompok secara heterogen yang terdiri
dari 4 atau 5 orang.
d. Hasil belajar siswa secara individual kemudian
didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Dalam diskusi kelompok ini, setiap
anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompoknya.
e. Guru juga memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman dan
sebagainya serta memberikan penegasan pada materi yang telah dipelajari.
f. Kemudian guru memberikan kuis (post test) kepada siswa
secara individual.
g. Terakhir, memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individua dari skor dasar
ke dkor berikutnya (terkini).
4)
Cooperative Integreted Reading and Composition
(CIRC)
CIRC dalam
(Slavin, 1995) adalah sebuah program untuk pengajaran membaca dan menulis untuk
kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif
beranggota 4 orang. Mereka terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama,
termasuk saling membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang
bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling membuatkan ikhtisar satu dengan
yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta
perbendaharaan kata. Mereka juga bekerja sama untuk memahami ide pokok dan
keterampilan pemahaman yang lain.
Dengan
demikian, pembelajaran tipe CIRC ini mampu memberikan pengaruh positif terhadap
keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam test bahasa dan membaca yang
baku.[12]
5)
Belajar Bersama
(Learning Together)
Tipe
pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Johnson
(1994). Tipe ini melibatkan siswa yang bekerja dalam kelompok, biasanya terdiri
dari 4 atau 5 orang, yang dibentuk juga secara heterogen. Mereka bertugas untuk
menangani tugas tertentu dalam kelompoknya. Setiap kelompok mendapat satu
lembar tugas yang harus dikerjakan secara bersama. Kelompok-kelompok itu
kemudian menyerahkan satu hasil kelompok dan menerima pujian dan ganjaran
berdasarkan hasil kelompok tersebut.[13]
Sebaiknya, setiap
kelompok juga diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun
kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka
bekerjasama dalam kelompoknya.
6) Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran
kooperatif tipe TGT ini melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan.
Aktifitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.[14]
Di samping
hal itu, tipe TGT ini juga dapat membangun rasa semangat bagi siswa, karena
mereka akan merasa terpacu untuk menjadi pemenang dalam game tersebut. Pada
dasarnya, metode game selalu menyenangkan, dan setiap hal yang menyenangkan
turut membantu siswa untuk lebih semangat dan giat belajar.
Ada 5
komponen utama dalam TGT yaitu:
a)Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru
menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pembelajaran langsung atau
dengan ceramah. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, karena akan membantu siswa
bekerja lebih baik saat kerja kelompok atau saat game, karena skor game itulah
yang akan menentukan skor kelompok.
b) Kelompok (team)
Kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang
siswa yang dibagi secara heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus lagi untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat
game.
c)Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa. Kebanyakannya game terdiri dari
pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan tersebut. Siswa yang menjawab dengan benar akan mendapat skor. Skor
inilah yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d) Turnamen
Biasanya
turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke
dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan
pada meja 1, tiga siswa selanjutnya pada meja 2, dan seterusnya.
e)Team recognize (penghargaan kelompok)
Kemudian guru mengumumkan kelompok yang
menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila
rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super
Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata
mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-rata 30-40.[15]
7)
Penelitian
Kelompok (Group Investigation)
Penelitian
kelompok atau investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling
kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.
Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Para guru
umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6
siswa dengan karakteristik heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan
atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Para siswa
memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap
berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu
laporan di depan kelas secara keseluruhan.[16]
Langkah-langkah metode investigasi kelompok:
a) Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik
dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh
guru.
b) Merencanakan kerjasama
Para siswa beserta guru merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai
topik dan subtopik yang dipilih.
c) Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang
telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai
aktifitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa
untuk menggunakan berbagai sumber yang terdapat di dalam maupun di luar
sekolah.
d) Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat
diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e) Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan presentasi
yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari.
f) Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi
mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok,
atau keduanya.[17]
8)
Numbered Heads
Together (Kepala Bernomor Bersama)
Numbered
Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
dalam tiap kelompoknya. Setiap kelompok umumnya terdiri dari 4 orang siswa,
masing-masing diberi nomor dari 1 hingga 4, begitu pula dengan kelompok
lainnya.
Selanjutnya,
guru memberikan materi kepada setiap kelompok yang harus mereka pelajari
bersama. Dengan demikian setiap anggota bertanggung jawab agar semua anggota
kelompoknya paham dengan materi tersebut. Kemudian guru memberikan kuis atau
pertanyaan dan memanggil salah satu nomor siswa. Jika nomor 1 yang disebut maka
dari tiap-tiap kelompok yang juga bernomor 1 harus siap-siap untuk menjawabnya.
Jika ada 4
kelompok, maka akan ada 4 orang yang harus memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap satu soal dari guru. Selanjutnya guru menilai setiap jawaban-jawaban
dari siswanya.
Langkah-langkah
metode Numbered Heads Together:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap anggotanya dapat mengerjakannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa, dan siswa yang
dipanggil kemudian melaporkan hasil kerjasama (jawaban) mereka.
e. Guru mempersilakan tanggapan dari teman yang lain atau
menunjuk nomor yang lain.[18]
I. KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi
dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3) Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4) Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
5) Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang
positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu,
dan sikap positif terhadap sekolah.
6) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan
masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya.
7) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan informasi.
8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat
meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.[19]
J. KETERBATASAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1) Untuk siwa yang dianggap memiliki kelebihan, misalnya,
mereka akan terasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama
dalam kelompok.
2) Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa
saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif,
maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang
seharusnya dipelajari dan dipahami akan tidak pernah dicapai oleh siswa.
3) Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja
kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau
prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup
panjang. Maka tidak cukup jika hanya dilakukan sekali saja.
5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, idealnya melalui pembelajaran kooperatif ini
selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana
membangung kepercayaan diri.[20]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembelajaran kooperatif
adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerjasama dengan
orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, tukar pengalaman, berbagi ide. Pembelajaran
kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan hasil akademik, penerimaan
terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.
Adapun untuk mencapai hasil maksimal,
diperlukan adanya lima unsur model pembelajaran gotong royong yang harus
diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif, 2) Tanggung jawab
perseorangan, 3) Tatap muka. 4) Komunikasi antar kelompok, dan 5) Evaluasi
proses kelompok.
Sedangkan ciri-cirinya adalah : a)
Siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama, b) Kelompok dibentuk dari
siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, c) Jika dalam kelas
terdapat siswa-siswa yang heterogen, maka setiap kelompok di bagi secara
heterogen, dan d) Penghargaan lebih di utamakan pada kerja kelompok daripada
perorangan.
Tipe-tipe pembelajaran kooperatif ini
cukup banyak, seperti STAD, TAI, Jigsaw, TGT, Group Investigation, Numbered
Heads Together, CIRC, dan Leraning Together. Namun perlu kita ketahui bahwa
seiring perkembangan zaman, metode-metode kooperatif ini semakin berkembang dan
bertambah jenisnya.
Disamping itu juga, pembelajaran
kooperatif tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan atau
keunggulannya diantaranya adalah membantu meningkatkan prestasi akademik,
melatih mengungkapkan pendapat dan menerima kekurangan, serta aspek sosial.
Sedangkan kekurangannya diantaranya adalah untuk tercapainya tujuan
pembelajaran kooperatif secara maksimal, diperlukan waktu yang cukup lama dan
harus diulang kembali (tidak cukup hanya sekali).
DAFTAR PUSTAKA
Ø Machmudah, Umi & Rosyidi, Abdul Wahab, 2008, Active Learning Dalam
Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press
Ø Lie, Anita, 2008, Cooperative Learning, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Ø Wina Sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana
Ø Ahmadi, Khoiru Ahmadi, dkk, 2011, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu,
Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya
[1] Umi Machmudah & Abdul Wahab Rosyidi, Active
Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008),
hal. 76
[4] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 246
[8] Umi Machmudah & Abdul Wahab Rosyidi, op.cit,
hal. 76-77
[9] Lif Khoiru Ahmadi, dkk, Strategi
Pembelajaran Sekolah Terpadu, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2011),
hal. 62
[11] Umi Mahmudah & Abdul Wahab Rosyidi, op.cit,
hal. 84
[14] Lif Khoiru Ahmadi, dkk, op.cit,
hal. 63
[19] Wina Sanjaya, op.cit, hal. 249-250
Tidak ada komentar:
Posting Komentar