Rabu, 30 April 2014

Cooperative Learning (By: Ellabieba)

Mengingat banyaknya metode-metode pembelajaran, saya pun tertarik untuk berbagi makalah saya tentang Cooperative Learning. Buat yang bakal mengajar di sekolah-sekolah penting kiranya untuk mempelajari metode apa saja yang bisa di gunakan dalam pembelajaran, termasuk saya yang juga sedang mempelajari berbagai metode buat persiapan mengajar nanti (insya Allah). Semoga bermanfaat.... :)



BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING (Pembelajaran Kooperatif)
         Pembelajaran kooperatif ini merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan melalui berbagai macam model pembelajaran aktif  untuk mencapai tujuan suatu pembelajaran. Adapun pengertiannya ada banyak sekali, di antaranya adalah:
1)      Pembelajaran kooperatif adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, tukar pengalaman, berbagi ide.[1]
2)      Depdiknas mendifinisikan pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
3)      Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
4)      Johnson (1994); Hamid Hasan (1996) mengartikan sebagai pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok.
5)      Adapun menurut Sunal dan Hans (2000), pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran.
         Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah pengelompokkan siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran, yang anggotanya bersifat heterogen, dimana mereka dituntut untuk bekerjasama, berbagi ilmu, saling membantu, bertukar ide, pikiran dan pendapat, untuk mencapai tujuan pembelejaran secara maksimal. Pembelajaran kooperatif ini lebih menekankan bagaimana seorang individu mampu belajar dengan baik, dengan bekerjasama beserta teman belajarnya.
         Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.
B.   SEJARAH COOPERATIVE LEARNING
         Menurut Arends (2007:7) “Model pembelajaran kooperatif tidak berevolusi dari teori individual atau dari sebuah pendekatan tunggal tentang belajar. Ia berakar pada masa Yunani awal, tetapi perkembangan kontemporernya dapat dilacak ke hasil karya para psikolog pendidikan dan para teoritisi pedagogis di awal abad ke dua puluh, seperti Piaget dan Vygotsky.”
         Model cooperative learning ini dipopulerkan sekitar tahun 1950-an, adalah merupakan salah satu solusi jalan keluar yang digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1954, dimana pada masa itu terjadi kontak fisik antar ras kulit putih, kulit hitam dan hispanik (latin, seperti Spanyol, Portugis). Konsep pembelajaran ini pada masa itu adalah pembelajaran yang berazaskan kerja sama antar rasial yang berbeda-beda untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang saling menguntungkan antara ras dan suku bangsa yang berbeda di Amerika.
         Adapun pencetus ide cooperative learning ini adalah John Dewey pada tahun 1916 dalam bukunya yang berjudul “Democracy and Education” yang kemudian pada kurun waktu 1954-1960 oleh Herbert Thelen mengembangkan prosedur-prosedur yang lebih teliti untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok.

C.   TUJUAN COOPERATIVE LEARNING
         Pembelajaran kooperatif ini memiliki tiga tujuan pembelajaran penting sebagaimana yang dikemukakan Depdiknas, yaitu:
1)      Meningkatkan hasil akademik, yaitu dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu.
2)      Penerimaan terhadap keragaman, seperti latar belakang temannya yang berbeda-beda. Keragaman tersebut baik dari perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3)      Pengembangan keterampilan sosial, seperti berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.[2]

D.   UNSUR-UNSUR (PRINSIP) DALAM COOPERATIVE LEARNING
         Roger dan David Johnson mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok itu bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil maksimal, diperlukan adanya lima unsur model pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu:
1.   Saling ketergantungan positif
2. Tanggung jawab perseorangan
3. Tatap muka
4.  Komunikasi antar kelompok
5.  Evaluasi proses kelompok.[3]
         Dalam buku lain, terdapat  empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti berikut ini:
1)      Prinsip Ketergantungan Positif
        Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.[4]
2)      Tanggung Jawab Perseorangan
        Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.[5]
3)      Interaksi Tatap Muka
        Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan membantu siswa untuk memperkaya antar anggota kelompok.
        Adapun alasan pengelompokkan secara heterogen adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Anita Lie : pertama, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnis, dan gender. Ketiga, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.[6]
4)      Partisipasi dan Komunikasi
        Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan, bagaimana cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.[7]

E.    CIRI-CIRI COOPERATIVE LEARNING
      Isjoni (2009:27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)      Setiap anggota memiliki peran
2)      Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
3)      Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
4)      Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan
5)      Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Adapun ciri-ciri lain di antaranya adalah:
1.      Siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama
2.      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
3.      Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen, maka setiap kelompok di bagi secara heterogen.
4.      Penghargaan lebih di utamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Selain ciri-ciri di atas, ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin yaitu: penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
F.    LANGKAH-LANGKAH DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Untuk terlaksananya kegiatan pembelajaran kooperatif dengan baik, seorang guru harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini, yaitu:
Fase
Indikator
Aktifitas guru
1.       
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
2.       
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan3
3.       
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap siswa agar melakukan transisi efisien
4.       
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
5.       
Mengevaluasi
Guru menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6.       
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Guru mempersiapkan cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.

G.   MANFAAT PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sadker (Miftahul, 2011: 66) menjabarkan ada beberapa manfaat yang bisa kita ambil dari pembelajaran kooperatif seperti :
Ø  Siswa akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi
Ø  Siswa akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar
Ø  Siswa menjadi lebih peduli terhadap teman-temannya dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti
Ø  Meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap perbedaan baik dari latar belakang maupun lainnya.
Selain manfaat-manfaat di atas tadi, saya rasa semakin maksimal pembelajaran kooperatif ini maka akan semakin banyak pula manfaat yang bisa kita ambil. Misalnya meningkatkan rasa kebersamaan dan membangun kekompakkan baik di dalam kelompok saat belajar maupun di luar pembelajaran. Di samping itu juga, secara individu akan melatih untuk bersikap dewasa, adil, bijaksana, dan toleran dalam mengambil keputusan bahkan dalam menyelesaikan problem dalam kelompok jika terdapat problem di dalamnya.
H.   JENIS-JENIS MODEL COOPERATIVE LEARNING DAN APLIKASIANNYA
1)         Student Team Achievement Devision (STAD)
        Pembelajaran kooperatif STAD pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dkk di universitas John Hopkins.
        Dalam STAD (Slavin, 1994) siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku (disebut heterogen). Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa mendapatkan kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.[8]
        Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a)      Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b)      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c)      Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang secara heterogen.
d)     Bahan materi yang telah disiapkan kemudian didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.
e)      Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang dipelajari.
f)       Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g)      Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil  belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

2)      Jigsaw
        Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw telah dikembangkan dan diuji pertama kali olej Elliot Aronson dkk di universitas Texas yang kemudian diadaptasi oleh Slavin dkk di universitas John Hopkins.
        Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari 4 orang siswa sehingga setiap anggotanya  bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok  lagi yang disebut dengan “kelompok ahli”.[9]
        Siswa-siswa ini (kelompok ahli) kemudian bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a). Belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; dan b). Merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula (kelompok awal). Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Selanjutnya semua siswa diberi kuis atau soal secara individual, yang akan menghasilkan skor tim, seperti pada STAD. Maka dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.[10]

3)      Team-Assisted Individualization (TAI)
        TAI dalam (Slavin, 1985) sama dengan STAD dalm penggunaan tim belajar empat-anggota-berkemampuan-campur dan sertifikat untuk tim berkinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan satu langkah pengajaran di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual.[11]
        Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Kemudian hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas atau dikoreksi oleh anggota kelompok, sehingga semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
        Langkah-langkah  pembelajaran kooperatif tipe TAI:
a.       Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b.      Kemudian memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.       Membentuk beberapa kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4 atau 5 orang.
d.      Hasil belajar siswa secara individual kemudian didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Dalam diskusi kelompok ini, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompoknya.
e.       Guru juga memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman dan sebagainya serta memberikan penegasan pada materi yang telah dipelajari.
f.       Kemudian guru memberikan kuis (post test) kepada siswa secara individual.
g.      Terakhir, memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individua dari skor dasar ke dkor berikutnya (terkini).

4)        Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
        CIRC dalam (Slavin, 1995) adalah sebuah program untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif beranggota 4 orang. Mereka terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling membuatkan ikhtisar satu dengan yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerja sama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain.
        Dengan demikian, pembelajaran tipe CIRC ini mampu memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam test bahasa dan membaca yang baku.[12]
5)      Belajar Bersama (Learning Together)
        Tipe pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Johnson (1994). Tipe ini melibatkan siswa yang bekerja dalam kelompok, biasanya terdiri dari 4 atau 5 orang, yang dibentuk juga secara heterogen. Mereka bertugas untuk menangani tugas tertentu dalam kelompoknya. Setiap kelompok mendapat satu lembar tugas yang harus dikerjakan secara bersama. Kelompok-kelompok itu kemudian menyerahkan satu hasil kelompok dan menerima pujian dan ganjaran berdasarkan hasil kelompok tersebut.[13]
        Sebaiknya, setiap kelompok juga diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompoknya.

6)      Team Games Tournament (TGT)
        Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan.
        Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.[14]
        Di samping hal itu, tipe TGT ini juga dapat membangun rasa semangat bagi siswa, karena mereka akan merasa terpacu untuk menjadi pemenang dalam game tersebut. Pada dasarnya, metode game selalu menyenangkan, dan setiap hal yang menyenangkan turut membantu siswa untuk lebih semangat dan giat belajar.
        Ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:
a)Penyajian kelas
         Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pembelajaran langsung atau dengan ceramah. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik saat kerja kelompok atau saat game, karena skor game itulah yang akan menentukan skor kelompok.
b)      Kelompok (team)
         Kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa yang dibagi secara heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c)Game
         Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa. Kebanyakannya game terdiri dari pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Siswa yang menjawab dengan benar akan mendapat skor. Skor inilah yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d)     Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit  setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja 1, tiga siswa selanjutnya pada meja 2, dan seterusnya.
e)Team recognize (penghargaan kelompok)
         Kemudian guru mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-rata 30-40.[15]

7)      Penelitian Kelompok (Group Investigation)
         Penelitian kelompok atau investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
         Para guru umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
         Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.[16]
   Langkah-langkah metode investigasi kelompok:
a)      Seleksi topik
         Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru.
b)      Merencanakan kerjasama
         Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang dipilih.
c)      Implementasi
         Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktifitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.

d)     Analisis dan sintesis
         Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e)      Penyajian hasil akhir
         Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari.
f)       Evaluasi
         Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.[17]
8)      Numbered Heads Together (Kepala Bernomor Bersama)
        Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor dalam tiap kelompoknya. Setiap kelompok umumnya terdiri dari 4 orang siswa, masing-masing diberi nomor dari 1 hingga 4, begitu pula dengan kelompok lainnya.
        Selanjutnya, guru memberikan materi kepada setiap kelompok yang harus mereka pelajari bersama. Dengan demikian setiap anggota bertanggung jawab agar semua anggota kelompoknya paham dengan materi tersebut. Kemudian guru memberikan kuis atau pertanyaan dan memanggil salah satu nomor siswa. Jika nomor 1 yang disebut maka dari tiap-tiap kelompok yang juga bernomor 1 harus siap-siap untuk menjawabnya.
        Jika ada 4 kelompok, maka akan ada 4 orang yang harus memberikan jawaban atau tanggapan terhadap satu soal dari guru. Selanjutnya guru menilai setiap jawaban-jawaban dari siswanya.
        Langkah-langkah metode Numbered Heads Together:
a.       Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b.      Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c.       Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggotanya dapat mengerjakannya.
d.      Guru memanggil salah satu nomor siswa, dan siswa yang dipanggil kemudian melaporkan hasil kerjasama (jawaban) mereka.
e.       Guru mempersilakan tanggapan dari teman yang lain atau menunjuk nomor yang lain.[18]

I.       KEUNGGULAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1)      Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2)      Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3)      Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4)      Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5)      Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
6)      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
7)      Meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan informasi.
8)      Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.[19]

J.      KETERBATASAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1)      Untuk siwa yang dianggap memiliki kelebihan, misalnya, mereka akan terasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
2)      Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran  langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami akan tidak pernah dicapai oleh siswa.
3)      Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4)      Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Maka tidak cukup jika hanya dilakukan sekali saja.
5)      Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu,  idealnya melalui pembelajaran kooperatif ini selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangung kepercayaan diri.[20]


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
         Pembelajaran kooperatif adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, tukar pengalaman, berbagi ide. Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan hasil akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.
         Adapun untuk mencapai hasil maksimal, diperlukan adanya lima unsur model pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif, 2) Tanggung jawab perseorangan, 3) Tatap muka. 4) Komunikasi antar kelompok, dan 5) Evaluasi proses kelompok.
         Sedangkan ciri-cirinya adalah : a) Siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama, b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, c) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen, maka setiap kelompok di bagi secara heterogen, dan d) Penghargaan lebih di utamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
         Tipe-tipe pembelajaran kooperatif ini cukup banyak, seperti STAD, TAI, Jigsaw, TGT, Group Investigation, Numbered Heads Together, CIRC, dan Leraning Together. Namun perlu kita ketahui bahwa seiring perkembangan zaman, metode-metode kooperatif ini semakin berkembang dan bertambah jenisnya.
         Disamping itu juga, pembelajaran kooperatif tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan atau keunggulannya diantaranya adalah membantu meningkatkan prestasi akademik, melatih mengungkapkan pendapat dan menerima kekurangan, serta aspek sosial. Sedangkan kekurangannya diantaranya adalah untuk tercapainya tujuan pembelajaran kooperatif secara maksimal, diperlukan waktu yang cukup lama dan harus diulang kembali (tidak cukup hanya sekali).






DAFTAR PUSTAKA

Ø  Machmudah, Umi & Rosyidi, Abdul Wahab, 2008, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press
Ø  Lie, Anita, 2008, Cooperative Learning, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Ø  Wina Sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Ø  Ahmadi, Khoiru Ahmadi, dkk, 2011, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya


[1] Umi Machmudah & Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hal. 76
[2] http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/

[3] Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2008), hal. 31
[4] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 246
[5] Ibid., hal. 246-247
[6] Ibid., hal. 248
[7] Ibid., hal. 247
[8] Umi Machmudah & Abdul Wahab Rosyidi, op.cit, hal. 76-77
[9] Lif Khoiru Ahmadi, dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2011), hal. 62
[10] Ibid., hal. 62-63
[11] Umi Mahmudah & Abdul Wahab Rosyidi, op.cit, hal. 84
[12] Ibid., hal. 84-85
[13] Ibid., hal. 86-87
[14] Lif Khoiru Ahmadi, dkk, op.cit, hal. 63
[15] Ibid., hal. 64-64
[16] Ibid., hal. 60-61
[17] Ibid., hal. 61-62
[18] Ibid., hal. 59-60
[19] Wina Sanjaya, op.cit, hal. 249-250
[20] Ibid., hal. 250-251